Sabtu, 06 Maret 2010

PATRIOTISME KEBANGSAAN DAN PANCASILA

posted by: sigit

Setiap bulan Oktober dan November kita selalu memperingati hari-hari bersejarah, dan hati kita bagaikan terbakar oleh api patriotisme manakala kita memaknainya dengan refleksi mendalam. Jiwa dan semangat pengabdian pada Ibu Pertiwi disegarkan kembali oleh kisah historis-herois-patriotis, sarat dengan nilai-nilai sejarah bangsa yang sepatutnya kita lestarikan. Tanggal 5 Oktober adalah hari lahirnya Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang secara embrional berasal dari laskar, kelompok perjuangan, PETA dan eks KNIL yang terpanggil untuk mempertahankan kemerdekaan. Secara etnis mereka terdiri dari semua suku yang ada di Nusantara namun semuanya dirasuki semangat kejuangan, nasionalisme dan patriotisme yang tinggi. Tanggal 28 Oktober adalah hari Sumpah Pemuda, yang dapat disebut sebagai ”hari lahirnya Kebangsaan Indonesia”, yang dicetuskan oleh para pemuda dari berbagai belahan Nusantara. Pada saat itu mereka dikenal dengan nama Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Java, Jong Kalimantan, Jong Sumatera dan lain-lain. Mereka menjadi satu karena didorong oleh rasa kebangsaan dan kesadaran bersama, ”melawan penjajahan dan ketidak-adilan”. Lalu 10 November adalah Hari Pahlawan, yang awalnya ditandai dengan perjuangan berdarah arek-arek Soroboyo (Jawa Timur), pemuda-pejuang di hampir semua kota dan daerah di Indonesia bangkit melawan penjajah kendati hanya bersenjatakan ”bambu runcing” dengan berbekal tekad dan semangat ”Merdeka atau Mati”, patriotisme dan heroisme yang bulat-pekat. Hemat saya, berhasil atau tidaknya Bangsa Indonesia mencapai cita-cita agungnya, sangat tergantung pada kemampuan kita memelihara dan mengaktualisasikan nilai, semangat, jiwa, nasionalisme, patriotisme dan heroisme yang mewarnai kehidupan anak-anak bangsa pada setiap episode sejarah tersebut. Oleh karena itu, teramat penting agar ke depan nilai serta semangat tersebut akan tetap menyala dalam hati sanubari kita sebagai generasi penerusnya.

Keberhasilan dari sejarah panjang Keindonesiaan yang membuahkan kemerdekaan tersebut pada hakikatnya digelorakan oleh ”semangat perubahan/pembaruan” yang disuburkan oleh mosaik nilai-nilai keadilan, kekeluargaan, gotong-royong, kebersamaan, toleransi, mufakat, persatuan, komitmen, keberanian, keuletan, sikap pantang menyerah dan yang terpenting adalah keteladanan. Para founding fathers/mothers telah membingkai nilai-nilai tersebut dalam pigura Pancasila sebagai ”pandangan hidup bangsa” (Weltanschauung) yang dihasilkan dalam sidang BPUPKI/PPKI pada 1 Juni 1945, kemudian secara legal-formal ditetapkan bersamaan dengan diberlakukannya UUD 1945 pada 18 Agustus 1945. Dengan demikian Pancasila secara resmi telah mengikat seluruh bangsa Indonesia (terutama kaum elit-politiknya) dalam kehidupan berbangsa-bernegara. Berarti pula Pancasila telah disepakati dan resmi menjadi Jatidiri Bangsa Indonesia yang harus dibentuk lewat proses akbar ”Character Building” yang tetap berkelanjutan (never ending process).

Untuk lebih mendalami permasalahan jatidiri bangsa, maka perlu terlebih dahulu memahami pengertian tentang jatidiri, karakter, kepribadian, karakter bangsa dan jatidiri bangsa serta bagaimana seharusnya jatidiri bangsa itu dibentuk lewat pembangunan karakter atau ”character building” sebagaimana uraian dibawah ini:

Jati Diri. Dipandang dari sudut bahasa, jatidiri adalah ”diri yang sejati/sejatinya diri”. Secara budaya adalah ”ciri bawaan sejak lahir/merupakan fitrah” yang menunjukkan siapa sebenarnya diri kita secara ”fisik maupun psikologis”, bersifat bawaan sejak lahir (gift), serta merupakan sumber dari watak/karakter dan totalitas kepribadian seseorang.

Karakter adalah ”sifat batin/watak yang mempengaruhi pikiran dan perbuatan seseorang”. KUBI (Kamus Umum Bahasa Indonesia) menyebutkan watak sama dengan akhlak, sama juga dengan tabiat. Watak atau karakter juga diartikan sebagai semua gejala pada seseorang (seluruh kepribadiannya) yang dapat dilihat dari pandangannya tentang hal-hal yang salah atau benar, yang baik atau yang buruk. Karakter bersumber dari jatidiri dan dikembangkan oleh proses sosialisasi nilai-nilai budaya dan interaksi dengan orang lain yang berlangsung secara terus-menerus, sejak manusia dilahirkan, melalui pendidikan–pergaulan–pembelajaran–pengalaman. Dengan kata lain karakter adalah kumpulan tata nilai yang mewujud dalam suatu sistem daya dorong yang melandasi pemikiran, sikap dan perilaku yang ditampilkan seseorang.

Tabiat/prilaku atau umumnya disebut sebagai Kepribadian, merupakan penampilan (lebih ke psikologis) seseorang yang terpancar dari karakter. Namun penampilan ini belum tentu mencerminkan karakter yang bersangkutan, karena dapat saja tertampilkan sangat bagus tetapi didorong oleh ”kemunafikan”. Dengan demikian untuk mengenal seseorang secara lengkap diperlukan waktu, karena yang terpancar sebagai lingkaran terluar adalah kepribadian yang bisa mengecoh, sementara lingkaran kedua adalah karakter dan lingkaran terdalam adalah jatidirinya. Secara visual hubungan antara jatidiri, karakter dan kepribadian dapat digambarkan sebagai berikut:

Jatidiri Bangsa. Berbeda dengan jatidiri orang perorang yang bersifat bawaan/fitrah, jatidiri bangsa atau identitas suatu bangsa adalah pilihan (choice), karena merupakan tatanan kehidupan masyarakat/bangsa yang harus dibentuk. Jatidiri bangsa terbentuk dari pancaran karakter bangsa yang sudah melembaga/mendarah daging atau menjadi kebiasaan sehari-hari sehingga menjadi identitas atau ciri umum dari bangsa tersebut. Sebagai misal bangsa Jepang yang ciri umumnya pekerja keras, disiplin, ulet, rasa malunya besar sehingga kalau mengalami kegagalan ditebusnya dengan ”harakiri”.

Sementara ”Nasionalisme” dalam arti luas adalah “paham tentang kesadaran berbangsa serta kesetiaan kepada kepentingan bangsa”. Untuk mengikat kesatuan dan menjamin kelestarian bangsa, nasionalisme merupakan paham dan semangat yang mutlak diperlukan. Tanpa nasionalisme, eksistensi suatu bangsa akan kehilangan ”roh”nya. Secara historis nasionalisme memberikan pengaruh yang sangat kuat pada perjalanan sejarah bangsa-bangsa di dunia. Dari optik Keindonesiaan, negara-bangsa Indonesia yang sangat plural secara multidimensional – agama, ras, suku bangsa, adat-istiadat, sosial budaya, ekonomi dan demografis disertai postur geografis yang arkipelagis – tentu sangat membutuhkan kehadiran nasionalisme yang kuat dan mengakar dalam sanubari setiap anak bangsanya.

Sedangkan ”Patriotisme” adalah “paham dalam mencintai/membela tanah-air”. Semangat mencintai dan membela tanah air membuat seseorang menjadi pejuang yang kokoh, gigih dan tanpa pamrih. Indonesia yang besar, kaya sumber daya alam, memiliki letak strategis dan bercirikan pluriformitas yang amat lebar sangat perlu dikawal oleh patriotisme anak bangsanya.

Bhinneka Tunggal Ika – Tanhana Dharma Mangrva”, adalah semboyan yang termaktub dalam kitab Sutasoma karya Mpu Tantular yang berarti “berbeda-beda/majemuk tapi satu tujuan – tiada kebenaran yang mendua”. Bagian pertama dijadikan sesanti nasional, tercantum pada lambang negara Garuda Pancasila. Selengkapnya sesanti tersebut mengajarkan bahwa keanekaragaman atau pluralitas adalah kenyataan, maka hidup harmonis dalam pluralitas adalah satu-satunya kunci menuju tercapainya persatuan dan kesatuan nasional yang hakiki. Keberhasilan bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan nasionalnya, sangat tergantung pada kemampuan membina dan mengelola kebhinnekaan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar